Menggenggam tangan-tangan Mungil
pada pertengahan tahun
lalu, tepatnya diawal bulan ramadhan. Diusiaku yang saat itu belum genap
delapan belas tahun. Awal aku menjadi seorang guru untuk murid-murid yang
memiliki tangan-tangan kecil.
Suasana masuk kelas
terasa sangat asing, terlebih untuk aku yang
tidak terlalu menyukai tersenyum dengan ramah pada orang-orang. Di sini pada tangan-tangan kecil mereka. Aku
belajar untuk mudah tersenyum, kemudian belajar berbicara dengan riang, dan gembira.
Di depan kelas aku
adalah segalanya bagi mereka, ibu bagi anak yang memiliki tangan mungil. Dan
mereka secara tidak langsung telah berhasil menjadi guru bagiku. Diam-diam
mereka mengajak aku untuk kembali menikmati masa kecilku yang indah, rengekan mereka
ketika pagi-pagi berangkat kesekolah di
temani ibunya, mengingatkan aku bahwa aku mempunyai seorang ibu yang luar
biasa. Dan mereka yang diantar oleh ayahnya, selalu menyadarkan aku untuk
bersyukur karena memiliki seorang ayah yang paling hebat bagiku.
My
name is “Laelatussaadah".
Menjadi seorang guru
taman kanak-kanak seringkali mengingatkat pada masa kecilku sendiri, bahwa aku
juga pernah menjadi seperti murid-muridku. Aku pernah belia, pernah balita dan
pernah bahagia menjadi anak kecil seperti mereka.
Waktu selalu sulit
untuk di ungkapkan dengan bahasa juga dengan tulisan, tapi kali ini setelah
melihat murid-muridku itu, aku akan
sedikit berbahasa lewat cerita tentang waktu asar yang mengawali denyut
kehidupan baru bagiku.
Aku lahir dari rahim garba
seorang ibu, cintanya yang tulus telah membuat aku ada saat ini, sebagai
manusia yang sehat dan diberi nikmat hidup yang sempurna bagiku. Gema suara
adzan asar pada oktober sembilan belas
tahun yang lalu, merupakan bukti kuat
bahwa ibu adalah manusia paling berjasa dalam hidupku. Diawal waktu asar 6
oktober1994, wanita sederhana yang kuat itu melahirkan aku sebagai anak manusia
yang utuh.
Siti Laelatussa’adah, begitu
bijaknya kedua orang tuaku memberi nama seperti itu, karena aku dilahirkan di
waktu asar, dan sesudah asar itu berganti akan datanglah magrib yang kemudian
jika dilihat dari susunan waktu, saat magrib itu usai maka di sebutlah malam.
Nama yang sangat
sempurna dan sangat berarti bagi kehidupanku kelak, siti laelatussa’adah artinya
adalah perempuan malam yang bahagia. Aku tahu kedua orang tuaku tidak sembarang
memberikan sebuah nama. Harapannya yaitu, aku bisa mendapatkan kebahagiaan
dalam kehidupanku, dari semenjak aku dilahirkan, dari semenjak asar itu berlalu
menjadi magrib dan berganti malam, kemudian setelah malam, bergantilah menjadi
fajar.
Waktu fajar itu
muncul sebelum terbit matahari, yang merupakan periode waktu yang
mendahului matahari terbit . Indikasinya yaitu adanya cahaya matahari yang
lemah sementara matahari sendiri masih berada di bawah horizon. Fajar jelaslah
berbeda dengan matahari terbit, yaitu waktu di mana sisi matahari mulai
terlihat di atas horizon atau kaki langit. Sejak saat itu aku yang masih bayi
dan hanya berumur satu hari sudah dapat merasakan kebahagian dari doa kedua
orangtuaku yang mereka panjatkan lewat namaku sendiri.
Semua itu bisa aku
rasakan lewat nikmatnya bernafas, menghirup udara segar, dan nikmat
mengeluarkan suara lewat tangisanku yang masih seorang bayi. Semenjak malam
pertama aku dilahirkan sebagai anak manusia yang sangat bahagia.
Bagaimana bisa aku
mengatakan bahwa aku tidak bahagia, sedangkan dalam kehidupan ini aku memiliki
kedua orang tua yang utuh. Mereka adalah orangtua paling hebat bagiku, paling
derma, dan paling bijaksana.
Aku berada di tengah-tengah
keluarga yang utuh, memiliki kedua orang tua, memiliki kakek dan nene, memilik
seorang kaka dan dua orang adik juga tentunya sanak saudara yang banyak dan
semuanya baik.
Mendoakan
lewat nama
Sebagai seorang guru,
tentunya aku bahagia melihat muridku yang bahagia. Dan miris rasanya melihat
muridku yang terlihat sedih. Di sekolah tempatku mengajar, untuk menjalin
hubungan erat orangtua siswa dan berkonsultasi tentang perkembangan siswa di
rumah dengan di sekolah, maka setiap hari sabtu minggu terahir selalu diadakan
rapat orangtua siswa. Dan itu rutin dilakukan setiap tiga bulan sekali. Senang
rasanya melihat murid-muridku girang jika ada pengumuman rapat. Karena jika ada
rapat orang tua, itu berarti mereka tidak belajar dan bebas bermain di halaman
sekolah, juga bebas membeli jajanan yang mereka inginkan karena mereka pergi
kesekola dengank orang tuanya, biasanya jika tidak rapat orangtua, semua siswa
tidak boleh membawa uang ke sekolah itu artinya mereka hanya bisa memakan
jajanan yang mereka bekal dari rumah.
Senang rasanya melihat
mereka bisa tertawa lepas. Tapi, diantara kebahagiaan itu, juga ada sedih
ketika melihat mereka yang datang kesekolah hanya sendiri, tanpa orang tua.
Meski hari itu adalah hari orang tuanya datang kesekolah. Alasannya, karena
pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan dan faktor ekonomi yang menyebabkan
keduanya disibukan pekerjaan, hingga lupa waktu bahwa ada anak yang bertangan
mungil yang hari itu sangat membutuhkan mereka. Bahkan hanya untuk sekedar
menunjukan pada teman-temannya ”ini loh
ayah dan ibu ku”
Terimakasih allah, kau
mengingatkan aku untuk bersyukur kepadamu. Bahwa aku memiliki seorang ayah yang
hebat, dan seorang ibu yang paling tangguh. Ayahku juga seorang guru, yang
dengan pekerjaannya dia bisa menghidupi keluargaku. Ayahku adalah Ayahku adalah
suami yang baik bagi ibuku, juga ayah
yang dermawan bagi anak-anaknya. Dengan keringat dan lelahnya dia bisa menafkahi
aku. Dia berhasil menjadikan ibuku
sebagai wanita tertangguh dan sebagai istri yang utuh.
Ibuku juga berhasil
menjadi ibu yang setia bagi anak-anaknya. Menjadi pendidik yang handal ketika
aku sedang dirumah. Juga menjadi penyemangat yg ulung bagi kehidupanku. Hangat
dekapnya masih terasa hingga aku dewasa. Nasehat lembut nan tulus selalu
teringat dari semenjak aku selalu dekat dengan debar jantungnya ketika masih
bayi di dalam pangkuannya. Hinngga kini aku sudah dewasa dan menjadi seorang
guru bagi murid-murid yang memiliki tangan-tangan kecil.
Keluarga yang harmonis
dan kebahagian yang utuh. Adalah jawaban dari doa yang di panjatkan lewat nama
ku. “LAELATUSSA’ADAH” begitulah orang bisa mengenalku.
Menembus
mimpi, merekam cita-cita
Aku
resmi menjadi mahasiswa STIAI Syamsul ‘ulum, lembaga inilah yang dari masih
belia sudah menjadi tempat istiqomah untuk menimba ilmu. Suasan yang masih
seperti itu dari enam tahun yang lalu, ketika usiaku masih berstatus sebagai
siswi madrasah Tsanawiah, tentu membuat aku bosan. Keinginan bahkan rencana
untuk kuliah di tempat yang lain sesuai jurusan yang aku kehendaki, tentu
sangat ingin aku dapatkan.
Aku
senang membaca bait-bait puisi, senang memindai penggalan-penggalan cerita,
juga senang menulis, karena dengan menulis aku biasa membuka duniaku sendiri.
Aku senang menjadi sutradara buat hidupku sendiri.
Dalam
berbagai tulisan yang kutulis, aku sering berpura-pura menjadi tokoh utama
dalam tulisan itu. Alur ceritanya sengaja kubuat sesuka hati. Aku senang
berpura-pura bahwa setelah besar nanti aku akan menjadi seorang penulis, aku
akan pergi ke kota besar dimana banyak penulis menekuni mata pencahariannya.
Aku gembira berpura-pura berada di taman ismail marzuki yang ada di jakarta,
membayangkan aku ada disana dengan penulis-penulis hebat .. seperti halnya
pipit senja.
Atau
aku senang berura-pura ada di kedua kota yang menjadi tempat tinggal banyak
penulis. Di bandung atau solo atau
yogyakarta, kemudian disana aku seolah-olah menjadi tokoh hebat seperti
halnya sapardi djoko damono.
Mimpi tetaplah mimpi, harapan
tetaplah cita-cita yang terpenggal, biarkan semua itu menjadi memori indah,
yang merupakan cita-cita ketika masa sekolahku dulu. Allah selalu membarikan
jalan yang terbaik, semua usaha telah aku lakukan. Mengirimkan hasil tulisan ku kemedia cetak
ataupun lewat online, telah sering dilakukan, meski selalu gagal dan belum
membuahkan hasil. Tapi diam-diam rasa bangga terhadap diri sendiri itu selalu
muncul. Bangga rasanya menjadi seorang juara. Ketika sekolah dulu, aku sering
mengikuti berbagai perlombaan baca puisi dan keluar sebagai juara, meski
pengorbanannya selalu mengikuti lomba dan kabur dari pesantren saat sekolah
dulu. Tujuan pertamanya yaitu agar aku bisa jajan dengan uang ku sendiri, dan
alhasil, kejuaran lomba selalu mendatangkan rezeki. Alhamdulillah meski tak
jadi seorang penulis, tapi setidaknya aku masih bisa menjadi seorang penulis bagi diriku sendiri.
Profesi seorang guru taman kanak-kanak memang bukan
bagian cita-citaku, tapi menjadi seorang guru taman kanak-kanak tidaklah buruk,
bahkan mungkin mulia. Aku bisa belajar menghargai karunia allah. Juga bisa
belajar bersyukur atas apa yang allah berikan. Menjadi seorang guru taman
kanak-kanak juga masih bisa menjadi seorang penulis. Aku bisa menceritakan
mereka tangan-tangan kecilku di dalam tulisan yang kubuat, tentang ketika aku
bernyanyi bersama mereka, belajar mengeja iqro, dan belajar memetik hikmah dari
semuanya.
Aku
tetap bisa menjadi penulis meski untuk duniaku sendiri, karena aku akan tetap
menjadi seorang penulis. “menulis adalah cara untuk mensyukuri hidup dan
menulis juga adalah cara lain untuk berbicara pada orang yang disayang”.