dengan ini

dengan ini
Laelatussa'adah

ini

Menulis adalah membaca setiap
gerak kehidupan

Laman

Jumat, 14 Maret 2014

puisi

DALAM DOAKU
Sapardi Djoko Damono

Dalam doaku subuh ini, kau menjelma langit
yang semalam tak memejamkan mata,
yang meluas bening siap menerima cahaya pertama
yang melengkung bening karena akan menerima suara-suara


ketika matahari mengambang tenang di atas kepala
dalam doaku, kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa
yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan musykil
kepada angin yang mendesau entah dari mana

dalam doaku sore ini, kau menjelma seekor burung gereja 
yang mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu
yang tiba-tiba gelisah dan terbang, lalu hinggap di dalam mangga itu

magrib ini adalah doaku,
kau menjelma angin yang turun sangat pelan dari nun di sana
yang bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup celah-celah
jendela dan pintu dan menyentuh-nyentukan pipi, dan bibirnya di rambut,
dahi, dan bulu-bulu mataku

dalam doaku malam ini, kau menjelma denyut jantungku
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya
yang dengan setia mengusut rahasia demi rahasia
yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

Aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatan mu.

Autobiografi

Menggenggam tangan-tangan Mungil
pada pertengahan tahun lalu, tepatnya diawal bulan ramadhan. Diusiaku yang saat itu belum genap delapan belas tahun. Awal aku menjadi seorang guru untuk murid-murid yang memiliki tangan-tangan kecil.
Suasana masuk kelas terasa sangat asing, terlebih untuk aku yang  tidak terlalu menyukai tersenyum dengan ramah pada orang-orang.  Di sini pada tangan-tangan kecil mereka. Aku belajar untuk mudah tersenyum, kemudian belajar berbicara dengan riang, dan  gembira.
Di depan kelas aku adalah segalanya bagi mereka, ibu bagi anak yang memiliki tangan mungil. Dan mereka secara tidak langsung telah berhasil menjadi guru bagiku. Diam-diam mereka mengajak aku untuk kembali menikmati masa kecilku yang indah, rengekan mereka ketika pagi-pagi  berangkat kesekolah di temani ibunya, mengingatkan aku bahwa aku mempunyai seorang ibu yang luar biasa. Dan mereka yang diantar oleh ayahnya, selalu menyadarkan aku untuk bersyukur karena memiliki seorang ayah yang paling hebat bagiku.                                                               
My name is “Laelatussaadah".
Menjadi seorang guru taman kanak-kanak seringkali mengingatkat pada masa kecilku sendiri, bahwa aku juga pernah menjadi seperti murid-muridku. Aku pernah belia, pernah balita dan pernah bahagia menjadi anak kecil seperti mereka.
Waktu selalu sulit untuk di ungkapkan dengan bahasa juga dengan tulisan, tapi kali ini setelah melihat murid-muridku itu,  aku akan sedikit berbahasa lewat cerita tentang waktu asar yang mengawali denyut kehidupan baru bagiku.
Aku lahir dari rahim garba seorang ibu, cintanya yang tulus telah membuat aku ada saat ini, sebagai manusia yang sehat dan diberi nikmat hidup yang sempurna bagiku. Gema suara adzan asar pada oktober  sembilan belas tahun yang lalu, merupakan bukti  kuat bahwa ibu adalah manusia paling berjasa dalam hidupku. Diawal waktu asar 6 oktober1994, wanita sederhana yang kuat itu melahirkan aku sebagai anak manusia yang utuh.
Siti Laelatussa’adah, begitu bijaknya kedua orang tuaku memberi nama seperti itu, karena aku dilahirkan di waktu asar, dan sesudah asar itu berganti akan datanglah magrib yang kemudian jika dilihat dari susunan waktu, saat magrib itu usai maka di sebutlah malam.
Nama yang sangat sempurna dan sangat berarti bagi kehidupanku kelak, siti laelatussa’adah artinya adalah perempuan malam yang bahagia. Aku tahu kedua orang tuaku tidak sembarang memberikan sebuah nama. Harapannya yaitu, aku bisa mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupanku, dari semenjak aku dilahirkan, dari semenjak asar itu berlalu menjadi magrib dan berganti malam, kemudian setelah malam, bergantilah menjadi fajar.
Waktu fajar itu muncul  sebelum terbit matahari, yang merupakan periode waktu yang mendahului matahari terbit . Indikasinya yaitu adanya cahaya matahari yang lemah sementara matahari sendiri masih berada di bawah horizon. Fajar jelaslah berbeda dengan matahari terbit, yaitu waktu di mana sisi matahari mulai terlihat di atas horizon atau kaki langit. Sejak saat itu aku yang masih bayi dan hanya berumur satu hari sudah dapat merasakan kebahagian dari doa kedua orangtuaku yang mereka panjatkan lewat namaku sendiri.
Semua itu bisa aku rasakan lewat nikmatnya bernafas, menghirup udara segar, dan nikmat mengeluarkan suara lewat tangisanku yang masih seorang bayi. Semenjak malam pertama aku dilahirkan sebagai anak manusia yang sangat bahagia.
Bagaimana bisa aku mengatakan bahwa aku tidak bahagia, sedangkan dalam kehidupan ini aku memiliki kedua orang tua yang utuh. Mereka adalah orangtua paling hebat bagiku, paling derma, dan paling bijaksana.
Aku berada di tengah-tengah keluarga yang utuh, memiliki kedua orang tua, memiliki kakek dan nene, memilik seorang kaka dan dua orang adik juga tentunya sanak saudara yang banyak dan semuanya baik. 
Mendoakan lewat nama
Sebagai seorang guru, tentunya aku bahagia melihat muridku yang bahagia. Dan miris rasanya melihat muridku yang terlihat sedih. Di sekolah tempatku mengajar, untuk menjalin hubungan erat orangtua siswa dan berkonsultasi tentang perkembangan siswa di rumah dengan di sekolah, maka setiap hari sabtu minggu terahir selalu diadakan rapat orangtua siswa. Dan itu rutin dilakukan setiap tiga bulan sekali. Senang rasanya melihat murid-muridku girang jika ada pengumuman rapat. Karena jika ada rapat orang tua, itu berarti mereka tidak belajar dan bebas bermain di halaman sekolah, juga bebas membeli jajanan yang mereka inginkan karena mereka pergi kesekola dengank orang tuanya, biasanya jika tidak rapat orangtua, semua siswa tidak boleh membawa uang ke sekolah itu artinya mereka hanya bisa memakan jajanan yang mereka bekal dari rumah.
Senang rasanya melihat mereka bisa tertawa lepas. Tapi, diantara kebahagiaan itu, juga ada sedih ketika melihat mereka yang datang kesekolah hanya sendiri, tanpa orang tua. Meski hari itu adalah hari orang tuanya datang kesekolah. Alasannya, karena pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan dan faktor ekonomi yang menyebabkan keduanya disibukan pekerjaan, hingga lupa waktu bahwa ada anak yang bertangan mungil yang hari itu sangat membutuhkan mereka. Bahkan hanya untuk sekedar menunjukan pada teman-temannya ”ini loh ayah dan ibu ku”
Terimakasih allah, kau mengingatkan aku untuk bersyukur kepadamu. Bahwa aku memiliki seorang ayah yang hebat, dan seorang ibu yang paling tangguh. Ayahku juga seorang guru, yang dengan pekerjaannya dia bisa menghidupi keluargaku. Ayahku adalah Ayahku adalah suami  yang baik bagi ibuku, juga ayah yang dermawan bagi anak-anaknya. Dengan keringat dan lelahnya dia bisa menafkahi aku. Dia  berhasil menjadikan ibuku sebagai wanita tertangguh dan sebagai istri yang utuh.
Ibuku juga berhasil menjadi ibu yang setia bagi anak-anaknya. Menjadi pendidik yang handal ketika aku sedang dirumah. Juga menjadi penyemangat yg ulung bagi kehidupanku. Hangat dekapnya masih terasa hingga aku dewasa. Nasehat lembut nan tulus selalu teringat dari semenjak aku selalu dekat dengan debar jantungnya ketika masih bayi di dalam pangkuannya. Hinngga kini aku sudah dewasa dan menjadi seorang guru bagi murid-murid yang memiliki tangan-tangan kecil.
Keluarga yang harmonis dan kebahagian yang utuh. Adalah jawaban dari doa yang di panjatkan lewat nama ku. “LAELATUSSA’ADAH” begitulah orang bisa mengenalku.
Menembus mimpi, merekam cita-cita
            Aku resmi menjadi mahasiswa STIAI Syamsul ‘ulum, lembaga inilah yang dari masih belia sudah menjadi tempat istiqomah untuk menimba ilmu. Suasan yang masih seperti itu dari enam tahun yang lalu, ketika usiaku masih berstatus sebagai siswi madrasah Tsanawiah, tentu membuat aku bosan. Keinginan bahkan rencana untuk kuliah di tempat yang lain sesuai jurusan yang aku kehendaki, tentu sangat ingin aku dapatkan.
            Aku senang membaca bait-bait puisi, senang memindai penggalan-penggalan cerita, juga senang menulis, karena dengan menulis aku biasa membuka duniaku sendiri. Aku senang menjadi sutradara buat hidupku sendiri.
            Dalam berbagai tulisan yang kutulis, aku sering berpura-pura menjadi tokoh utama dalam tulisan itu. Alur ceritanya sengaja kubuat sesuka hati. Aku senang berpura-pura bahwa setelah besar nanti aku akan menjadi seorang penulis, aku akan pergi ke kota besar dimana banyak penulis menekuni mata pencahariannya. Aku gembira berpura-pura berada di taman ismail marzuki yang ada di jakarta, membayangkan aku ada disana dengan penulis-penulis hebat .. seperti halnya pipit senja.
            Atau aku senang berura-pura ada di kedua kota yang menjadi tempat tinggal banyak penulis. Di bandung atau solo atau  yogyakarta, kemudian disana aku seolah-olah menjadi tokoh hebat seperti halnya sapardi djoko damono.
            Mimpi tetaplah mimpi, harapan tetaplah cita-cita yang terpenggal, biarkan semua itu menjadi memori indah, yang merupakan cita-cita ketika masa sekolahku dulu. Allah selalu membarikan jalan yang terbaik, semua usaha telah aku lakukan.  Mengirimkan hasil tulisan ku kemedia cetak ataupun lewat online, telah sering dilakukan, meski selalu gagal dan belum membuahkan hasil. Tapi diam-diam rasa bangga terhadap diri sendiri itu selalu muncul. Bangga rasanya menjadi seorang juara. Ketika sekolah dulu, aku sering mengikuti berbagai perlombaan baca puisi dan keluar sebagai juara, meski pengorbanannya selalu mengikuti lomba dan kabur dari pesantren saat sekolah dulu. Tujuan pertamanya yaitu agar aku bisa jajan dengan uang ku sendiri, dan alhasil, kejuaran lomba selalu mendatangkan rezeki. Alhamdulillah meski tak jadi seorang penulis, tapi setidaknya aku masih bisa menjadi  seorang penulis bagi diriku sendiri.
            Profesi  seorang guru taman kanak-kanak memang bukan bagian cita-citaku, tapi menjadi seorang guru taman kanak-kanak tidaklah buruk, bahkan mungkin mulia. Aku bisa belajar menghargai karunia allah. Juga bisa belajar bersyukur atas apa yang allah berikan. Menjadi seorang guru taman kanak-kanak juga masih bisa menjadi seorang penulis. Aku bisa menceritakan mereka tangan-tangan kecilku di dalam tulisan yang kubuat, tentang ketika aku bernyanyi bersama mereka, belajar mengeja iqro, dan belajar memetik hikmah dari semuanya.
            Aku tetap bisa menjadi penulis meski untuk duniaku sendiri, karena aku akan tetap menjadi seorang penulis. “menulis adalah cara untuk mensyukuri hidup dan menulis juga adalah cara lain untuk berbicara pada orang yang disayang”.