Rabu, 17 juni 2015
Tahukah apa itu puisi kontemporer?
seiring perkembangan zaman terlahirlah puisi kontemporer. puisi kontemporer merupakan puisi yang lebih bebas dari puisi baru dan puisi lama.
puisi kontemporer adalah puisi masa kekinian yang tidak lagi memperhatikan diksi,irama, bait, serta hal lainnya yang terdapat pada puisi lama dan puisi baru. pada puisi kontemporer bahasa yang digunakan bisa saja berupa sindiran, mantra, kata-katanya tidak sopan bahkan bisa saja ejekan.
Salah satu tokoh pusi kontemporer yaitu Sutardji calzoum bakhri.
Bentuk fisik adalah hal terpenting bagi sutardji, sedangkan pengulangan kata dan bunyi adalah kekuatan puisi baginya.
Sutardji ingin mengembalikan hakekat puisi yaitu sebagai Doa.
Contoh puisi kontemporer karya sutardji yang terkenal yaitu "Amuk".
Adapun contoh puisi kontemporer karya sutardji yang lainnya yaitu "Tradi winka dan sihka".
Laela's Diary
dengan ini

Laelatussa'adah
ini
Menulis adalah membaca setiap gerak kehidupan
Laman
Rabu, 17 Juni 2015
Kamis, 31 Juli 2014
wanita itu lebaran di tempat yang menakjubkan "Syurga"
“Lebaran
tahun lalu, wanita ini merangkul pundakku”
“Lebaran tahun lalu, wanita ini masih
melangkah satu arah
dengan langkahku, tepat di sampingku”
pada dasarnya semua ibu merupakan batas logika bagi setiap
anakanya, maka anak mana yang tidak merasakan sedih ketika ibu tercinta meninggalkannya.
Ibu adalah nada cinta yang abadi, karena darinya kita belajar hidup dan
bernafas dengan pembelajaran ulung yang tidak akan pernah bisa ditiru oleh guru
sehebat apapun. Semua orang tau semenjak dalam kandungan Allah telah menunjukan
betapa seorang ibu sangat luar biasa, dengan rasa sabar di setiap hari ibu
mengelus janin yang ada di rahim garbanya hingga sembilan bulan dia terus
menjadi tarikan nafas bagi makhluk baru yang akan lahir sebagai anaknya.
Tulisan ini sebenarnya sudah ada sejak hari lebaran lalu, tapi
entahlah aku tidak mempunyai banyak keberanian untuk memposting tulisan ini.
Tidak ada maksud lain dari tulisan ini, hanya ingin siapa saja yang membaca
tulisan ini ikut mendoakan sosok ibu yang aku ceritakan di sini.
Ibu dalam tulisan ini adalah wanita paling kuat yang aku kenal
setelah ibuku. Bagaimana tidak? Senyum manis menghiasi separuh hidupnya yang penuh
rasa syukur dan tidak menyimpan rasa sesal kepada tuhan. jika siapa saja
pembaca tulisan ini menjadi bagian dari keluarganya, tentu tidak akan menyesal.
Karena padanya-lah Allah banyak menanamkan pelajaran bagi orang-orang di
sekelilingnya. Tentang syukur yang tidak boleh sedikitpun lebur di setiap
langkah yang kita jejaki. Meski jalan yang kita tempuh sakit dan membuat kita
terasa cepat ingin menyerah pada jalan buntu yang di sebut kematian.
Kanker dinding rahim merupakan jenis umum kanker yang menyerang
pada bagian organ tubuh paling berharga bagi seorang wanita, dimana kanker
ganas sel pada lapisan rahim ditemukan.
Rahim adalah rongga berbentuk buah pir dimana seorang anak dapat berkembang.
Jarum suntik, obat-obatan, operasi, bahkan kemo terapi telah
menjadi hal rutin yang harus di jalani dan melekat pada separuh hidupnya.
Begitulah sekiranya penjelasan yang aku ketahui tentang kanker dinding rahim.
Kenyataan terasa seribu langkah lebih pahit dari arti kanker dinding rahim.
Kanker yang tertanam 21 tahun yang lalu, tepatnya satu tahun
sebelum kelahiranku. Telah menjadikan kesabarannya meluas bening terhampar
masuk dan berdenyar pada hidupnya yang membuat aku belajar banyak tentang rasa
syukur.
“Lebaran tahun lalu, wanita ini masih merangkul pundakku”
“Lebaran tahun lalu, wanita ini masih melangkah satu arah
dengan langkahku,
tepat di sampingku”
ini adalah tentang wanita yang lebaran tahun lalu berjalan tanpa
melepaskan tangannya diatas pundakku. Wanita ini memiliki rasa sabar yang
terlihat seperti tidak ada batasnya dan tidak sedikitpun hancur dengan keadaan dan berjalan
dengan senyum seolah tidak sedikitpun memiliki beban rasa sakit. Juga tentang
wanita yang tidak pernah meninggalkan shalatnya meski dalam keadaan yang jika di bayangkan saja, seolah mengiris-ngiris
rasa sakit pada tubuhku.
Dua hari menjelang sebelum gema takbir berkumandang menyentuh
langit hingga robek dan kemudian mengeluarkan keindahan di dalamnya berupa
cahaya bintang yang tidak ada seorang manusiapun yang mampu menghitungnya, maka
pada dua hari terakhir menikmati sisa bulan ramadhan wanita ini menghembuskan
nikmat hidupnya yang terahir kali, Mengakhiri rasa lelahnya dengan semua ujian
yang allah berikan.
Dia mampu, maka allah memilih dia untuk merasakan ujian ini. Karena
allah tidak akan memberikan ujian melebihi batas mampu dan kesanggupan
hambanya. Ku ucapkan sekali lagi, dia mampu maka allah memilih wanita ini,
bukan orang lain.
Dari kepergian wanita ini, terdapat begitu banyak hikmah. Bahwa
kematian adalah sesuatu yang bisa datang kapanpun, ketika kita sakit, maupun
sehat dan betapa Allah menyayangi hambanya dengan cara yang berbeda-beda, “Dia
di sayangi Allah dengan ujian yang belum tentu wanita lain dapat tegar
menghadapinya”. Aku masih ingat dan sedih, tapi kesedihan karena kehilangan
orang di sekeliling kita sangatlah manusiawi, yang tidak boleh yaitu terus
terpuruk dalam kesedihan yang panjang dan berlarut-larut. Pada hari lebaran di
tahun ini aku masih merasakan tangannya melekat pada pundakku dalam langkahnya
ketika bersilaturahmi pada sanak saudara. Tapi itu hanya perasaan saja,
kenyataannya kini wanita itu telah mendahuluiku untuk lebaran di tempat yang
lebih menakjubkan dan menghempaskan semua rasa sakitnya pada rindu yang halus
di syurga sana. Syurga yang memiliki rahasia cinta sebagai jawaban bahwa dia
mampu bersabar dan menerima ujian, dari Tuhan-Nya yang maha pengasih dari
segala kasih dan maha penyayang tambatan sayang.
Allahummagfirlahaa warhamhaa wa’aafihaawa’fua’nhaa...............
Kamis, 10 Juli 2014
jodoh atau tidak
Jatuh cinta itu sulit tapi banyak yang menganggapnya bisa dengan
mudah pergi begitu saja. Pada mula dan
ahirnya segala hal di dunia ini bernuansa kesendirian. Pada mula dan ahirnya
segala hal memang bermuara pada pemaknaan yang paling sendiri. Pada halnya
segala hal memang berdimensi sendiri. Dan saat ini “DIA” telah membuat aku
sendiri.
Dalam hampir keduapuluh babak hidup ku yang kerap berliku dan
sunyi, cintalah yang paling rumit untuk dimengerti. Katanya jatuh cinta itu
mudah, tapi sulit bagiku, bahkan mengatakan “I love you” itu membutuhkan
beberapa waktu, begitu halnya membangun perasaan kepada “DIA”.
Keempat tahun setelah aku
menyadari bahwa denyar yang tidak
biasa itu ada, bahkan di saat kita sudah tidak saling temu 3 tahun lamanya
seperti itulah denyar di keempat tahun itu pun baru bisa kurasakan bagaimana
suara “DIA” berkata demikian
Cinta “DIA” yang melukis sejarah telah mengembara pada perjalanan
waktu paling rentang. Mencium setiap tetesan air mata yang berulang kali datang
menghampiri ku. Menjadi semacam bebatuan yang selalu setia menunggu kita di
pantai-pantai harapan berikutnya. Namun, kali ini aku hanya ingin bertutur
tentang gejolak rasa yang menjelma dalam sejarah. Menjadi bukit-bukit waktu
yang berpulang dan membiarkan cinta bekerja dengan begitu indah. Dan kita akan
selalu ada pada masing-masing riwayat yang menulis tentang kita, cinta dan
sejarah.
Di saat-saat itu banyak ku temukan kekuatan aneh untuk siaga dan
bertahan. Saat fisik sedang rapuh, saat beragam kenyataan pahit silih berganti
menghampiriku, saat seisi disekelilingku seolah tak mengerti tentang rasa lelah
yang entah datang dari mana. Aktivitas sehari-hariku memang tidak banyak, tapi
itu sering membuat tubuhku jera dan lemah. “DIA” datang entah dengan mantra seperti
apa. Sejuk, nyaman, dan memberiku kekuatan.
Di bulan Juli, dibisingnya keramaian, disunyi senyapnya malam dan
kesendirian, disuka maupun duka, aku semakin temukan jika kesendirian itulah
adalah hakikat ku, entah mengapa “DIA” terasa semakin menjauh dan pergi, “DIA” seperti
kehilangan wibawa untuk menjadi tempat bersandar, dan tersesat arah dalam
bersabar. Aku semakin temukan jika hanya
diriku sendirilah yang sebenarnya paling mengerti bagaimana harus kuarungi
lautan skenario tak terduga yang telah direncanakan-NYA. Jodoh atau tidah jodoh
memberikan sedikit kekuatan jika melihat potret kita berdua yang tidak hanya
satu dan dua orang yang mengatakan bahwa wajah kita searah meski terlahir dari
ibu yang berbeda.
Aku masih berharap, jejak langkah kita yang pernah selaras, dapat
membawa kita pada waktu dan kehidupan yang akan selalu searah. Entahlah kita
akan sepasang atau berlainan.
Memang diriku sendirilah yang paling bertanggung jawab terhadap semua yang telah, sedang, dan
akan terjadi atas ku, dan “DIA “ pun begitu . “DIA” yang bertanggung jawab atas
semua kehidupannya yang telah di takdirkan dan direncanakan oleh-NYA yang maha
kuasa. Hanya saja aku tidak ingin berhenti melangkah untuk mencapai itu,
sekarang ataupun nanti.
Tapi kehidupan maknanya adalah kesendirian, dan tanggung jawab
masing-masing. Jika itu merupakan suatu keputusan. Maka lewat tulisan ini aku
hanya ingin berkata terima kasih yang sebesar-besarnya, atas cinta yang telah
“DIA” berikan, atas rasa aman yang sering “DIA “ sampaikan, dan juga atas
segala kenangan, yang membuatku seperti tidak ingin lagi jatuh cinta seusai
mencintai “DIA”
Aku masih membaca semua itu baik-baik dari sorot mata “DIA” di
pertemuan kita minggu lalu. Karena, cinta selalu punya caranya sendiri untuk
kembali membuat kita mengerti dan memahami betapa hidup adalah keindahan yang
tak pernah usai kita nikmati. Terimakasih karena cinta yang membuat aku jatuh
cinta, juga karena harapan untuk hidup dengan semua yang berhubungan denganmu
kini telah selesai.
Laelatussa'adah
10 juli 2014
Minggu, 18 Mei 2014
Jika Dia Se Arah
"aku selalu ingin menyatukan bandung dan sukabumi
berharap kedua kota ini bisa di tempuh dengan berjalan kaki"
kita adalah searah dengan "DIA" yang senantiasa bisa merubah marah menjadi cinta yang lebih besar
kita adalah selaras dengan "DIA" yang tidak pernah bosan bertanya "maukah kau tetap bersamaku?" ketika kita cemburu dengan sebab ataupun tanpa sebab
kita adalah cermin dengan "DIA" yang bertekad menjadi penopang saat kita kalah dengan jarak
kita adalah satu wajah yang terlahir dari Ibu yang berbeda.
jika "DIA" mencintai, maka "DIA" berjalan searah
jika "DIA" berjalan searah maka "DIA" selaras mendamaikan hati
jika "DIA" Mendamaikan hati, maka "DIA" adalah cerminan diri kita yang akan selalu memiliki senyum yang sama, tawa yang searah, dan wajah yang serupa meski berbeda Ibu.
semua bisa terlihat karena hati kita "SEARAH"
Sukabumi, 18 mei 2014
Jumat, 14 Maret 2014
puisi
DALAM DOAKU
Sapardi Djoko Damono
Dalam doaku subuh ini, kau menjelma langit
yang semalam tak memejamkan mata,
yang meluas bening siap menerima cahaya pertama
yang melengkung bening karena akan menerima suara-suara
ketika matahari mengambang tenang di atas kepala
dalam doaku, kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa
yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan musykil
kepada angin yang mendesau entah dari mana
dalam doaku sore ini, kau menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu
yang tiba-tiba gelisah dan terbang, lalu hinggap di dalam mangga itu
magrib ini adalah doaku,
kau menjelma angin yang turun sangat pelan dari nun di sana
yang bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup celah-celah
jendela dan pintu dan menyentuh-nyentukan pipi, dan bibirnya di rambut,
dahi, dan bulu-bulu mataku
dalam doaku malam ini, kau menjelma denyut jantungku
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya
yang dengan setia mengusut rahasia demi rahasia
yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku
Aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatan mu.
Autobiografi
Menggenggam tangan-tangan Mungil
pada pertengahan tahun
lalu, tepatnya diawal bulan ramadhan. Diusiaku yang saat itu belum genap
delapan belas tahun. Awal aku menjadi seorang guru untuk murid-murid yang
memiliki tangan-tangan kecil.
Suasana masuk kelas
terasa sangat asing, terlebih untuk aku yang
tidak terlalu menyukai tersenyum dengan ramah pada orang-orang. Di sini pada tangan-tangan kecil mereka. Aku
belajar untuk mudah tersenyum, kemudian belajar berbicara dengan riang, dan gembira.
Di depan kelas aku
adalah segalanya bagi mereka, ibu bagi anak yang memiliki tangan mungil. Dan
mereka secara tidak langsung telah berhasil menjadi guru bagiku. Diam-diam
mereka mengajak aku untuk kembali menikmati masa kecilku yang indah, rengekan mereka
ketika pagi-pagi berangkat kesekolah di
temani ibunya, mengingatkan aku bahwa aku mempunyai seorang ibu yang luar
biasa. Dan mereka yang diantar oleh ayahnya, selalu menyadarkan aku untuk
bersyukur karena memiliki seorang ayah yang paling hebat bagiku.
My
name is “Laelatussaadah".
Menjadi seorang guru
taman kanak-kanak seringkali mengingatkat pada masa kecilku sendiri, bahwa aku
juga pernah menjadi seperti murid-muridku. Aku pernah belia, pernah balita dan
pernah bahagia menjadi anak kecil seperti mereka.
Waktu selalu sulit
untuk di ungkapkan dengan bahasa juga dengan tulisan, tapi kali ini setelah
melihat murid-muridku itu, aku akan
sedikit berbahasa lewat cerita tentang waktu asar yang mengawali denyut
kehidupan baru bagiku.
Aku lahir dari rahim garba
seorang ibu, cintanya yang tulus telah membuat aku ada saat ini, sebagai
manusia yang sehat dan diberi nikmat hidup yang sempurna bagiku. Gema suara
adzan asar pada oktober sembilan belas
tahun yang lalu, merupakan bukti kuat
bahwa ibu adalah manusia paling berjasa dalam hidupku. Diawal waktu asar 6
oktober1994, wanita sederhana yang kuat itu melahirkan aku sebagai anak manusia
yang utuh.
Siti Laelatussa’adah, begitu
bijaknya kedua orang tuaku memberi nama seperti itu, karena aku dilahirkan di
waktu asar, dan sesudah asar itu berganti akan datanglah magrib yang kemudian
jika dilihat dari susunan waktu, saat magrib itu usai maka di sebutlah malam.
Nama yang sangat
sempurna dan sangat berarti bagi kehidupanku kelak, siti laelatussa’adah artinya
adalah perempuan malam yang bahagia. Aku tahu kedua orang tuaku tidak sembarang
memberikan sebuah nama. Harapannya yaitu, aku bisa mendapatkan kebahagiaan
dalam kehidupanku, dari semenjak aku dilahirkan, dari semenjak asar itu berlalu
menjadi magrib dan berganti malam, kemudian setelah malam, bergantilah menjadi
fajar.
Waktu fajar itu
muncul sebelum terbit matahari, yang merupakan periode waktu yang
mendahului matahari terbit . Indikasinya yaitu adanya cahaya matahari yang
lemah sementara matahari sendiri masih berada di bawah horizon. Fajar jelaslah
berbeda dengan matahari terbit, yaitu waktu di mana sisi matahari mulai
terlihat di atas horizon atau kaki langit. Sejak saat itu aku yang masih bayi
dan hanya berumur satu hari sudah dapat merasakan kebahagian dari doa kedua
orangtuaku yang mereka panjatkan lewat namaku sendiri.
Semua itu bisa aku
rasakan lewat nikmatnya bernafas, menghirup udara segar, dan nikmat
mengeluarkan suara lewat tangisanku yang masih seorang bayi. Semenjak malam
pertama aku dilahirkan sebagai anak manusia yang sangat bahagia.
Bagaimana bisa aku
mengatakan bahwa aku tidak bahagia, sedangkan dalam kehidupan ini aku memiliki
kedua orang tua yang utuh. Mereka adalah orangtua paling hebat bagiku, paling
derma, dan paling bijaksana.
Aku berada di tengah-tengah
keluarga yang utuh, memiliki kedua orang tua, memiliki kakek dan nene, memilik
seorang kaka dan dua orang adik juga tentunya sanak saudara yang banyak dan
semuanya baik.
Mendoakan lewat nama
Mendoakan lewat nama
Sebagai seorang guru,
tentunya aku bahagia melihat muridku yang bahagia. Dan miris rasanya melihat
muridku yang terlihat sedih. Di sekolah tempatku mengajar, untuk menjalin
hubungan erat orangtua siswa dan berkonsultasi tentang perkembangan siswa di
rumah dengan di sekolah, maka setiap hari sabtu minggu terahir selalu diadakan
rapat orangtua siswa. Dan itu rutin dilakukan setiap tiga bulan sekali. Senang
rasanya melihat murid-muridku girang jika ada pengumuman rapat. Karena jika ada
rapat orang tua, itu berarti mereka tidak belajar dan bebas bermain di halaman
sekolah, juga bebas membeli jajanan yang mereka inginkan karena mereka pergi
kesekola dengank orang tuanya, biasanya jika tidak rapat orangtua, semua siswa
tidak boleh membawa uang ke sekolah itu artinya mereka hanya bisa memakan
jajanan yang mereka bekal dari rumah.
Senang rasanya melihat
mereka bisa tertawa lepas. Tapi, diantara kebahagiaan itu, juga ada sedih
ketika melihat mereka yang datang kesekolah hanya sendiri, tanpa orang tua.
Meski hari itu adalah hari orang tuanya datang kesekolah. Alasannya, karena
pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan dan faktor ekonomi yang menyebabkan
keduanya disibukan pekerjaan, hingga lupa waktu bahwa ada anak yang bertangan
mungil yang hari itu sangat membutuhkan mereka. Bahkan hanya untuk sekedar
menunjukan pada teman-temannya ”ini loh
ayah dan ibu ku”
Terimakasih allah, kau
mengingatkan aku untuk bersyukur kepadamu. Bahwa aku memiliki seorang ayah yang
hebat, dan seorang ibu yang paling tangguh. Ayahku juga seorang guru, yang
dengan pekerjaannya dia bisa menghidupi keluargaku. Ayahku adalah Ayahku adalah
suami yang baik bagi ibuku, juga ayah
yang dermawan bagi anak-anaknya. Dengan keringat dan lelahnya dia bisa menafkahi
aku. Dia berhasil menjadikan ibuku
sebagai wanita tertangguh dan sebagai istri yang utuh.
Ibuku juga berhasil
menjadi ibu yang setia bagi anak-anaknya. Menjadi pendidik yang handal ketika
aku sedang dirumah. Juga menjadi penyemangat yg ulung bagi kehidupanku. Hangat
dekapnya masih terasa hingga aku dewasa. Nasehat lembut nan tulus selalu
teringat dari semenjak aku selalu dekat dengan debar jantungnya ketika masih
bayi di dalam pangkuannya. Hinngga kini aku sudah dewasa dan menjadi seorang
guru bagi murid-murid yang memiliki tangan-tangan kecil.
Keluarga yang harmonis
dan kebahagian yang utuh. Adalah jawaban dari doa yang di panjatkan lewat nama
ku. “LAELATUSSA’ADAH” begitulah orang bisa mengenalku.
Menembus
mimpi, merekam cita-cita
Aku
resmi menjadi mahasiswa STIAI Syamsul ‘ulum, lembaga inilah yang dari masih
belia sudah menjadi tempat istiqomah untuk menimba ilmu. Suasan yang masih
seperti itu dari enam tahun yang lalu, ketika usiaku masih berstatus sebagai
siswi madrasah Tsanawiah, tentu membuat aku bosan. Keinginan bahkan rencana
untuk kuliah di tempat yang lain sesuai jurusan yang aku kehendaki, tentu
sangat ingin aku dapatkan.
Aku
senang membaca bait-bait puisi, senang memindai penggalan-penggalan cerita,
juga senang menulis, karena dengan menulis aku biasa membuka duniaku sendiri.
Aku senang menjadi sutradara buat hidupku sendiri.
Dalam
berbagai tulisan yang kutulis, aku sering berpura-pura menjadi tokoh utama
dalam tulisan itu. Alur ceritanya sengaja kubuat sesuka hati. Aku senang
berpura-pura bahwa setelah besar nanti aku akan menjadi seorang penulis, aku
akan pergi ke kota besar dimana banyak penulis menekuni mata pencahariannya.
Aku gembira berpura-pura berada di taman ismail marzuki yang ada di jakarta,
membayangkan aku ada disana dengan penulis-penulis hebat .. seperti halnya
pipit senja.
Atau
aku senang berura-pura ada di kedua kota yang menjadi tempat tinggal banyak
penulis. Di bandung atau solo atau
yogyakarta, kemudian disana aku seolah-olah menjadi tokoh hebat seperti
halnya sapardi djoko damono.
Mimpi tetaplah mimpi, harapan tetaplah cita-cita yang terpenggal, biarkan semua itu menjadi memori indah, yang merupakan cita-cita ketika masa sekolahku dulu. Allah selalu membarikan jalan yang terbaik, semua usaha telah aku lakukan. Mengirimkan hasil tulisan ku kemedia cetak ataupun lewat online, telah sering dilakukan, meski selalu gagal dan belum membuahkan hasil. Tapi diam-diam rasa bangga terhadap diri sendiri itu selalu muncul. Bangga rasanya menjadi seorang juara. Ketika sekolah dulu, aku sering mengikuti berbagai perlombaan baca puisi dan keluar sebagai juara, meski pengorbanannya selalu mengikuti lomba dan kabur dari pesantren saat sekolah dulu. Tujuan pertamanya yaitu agar aku bisa jajan dengan uang ku sendiri, dan alhasil, kejuaran lomba selalu mendatangkan rezeki. Alhamdulillah meski tak jadi seorang penulis, tapi setidaknya aku masih bisa menjadi seorang penulis bagi diriku sendiri.
Mimpi tetaplah mimpi, harapan tetaplah cita-cita yang terpenggal, biarkan semua itu menjadi memori indah, yang merupakan cita-cita ketika masa sekolahku dulu. Allah selalu membarikan jalan yang terbaik, semua usaha telah aku lakukan. Mengirimkan hasil tulisan ku kemedia cetak ataupun lewat online, telah sering dilakukan, meski selalu gagal dan belum membuahkan hasil. Tapi diam-diam rasa bangga terhadap diri sendiri itu selalu muncul. Bangga rasanya menjadi seorang juara. Ketika sekolah dulu, aku sering mengikuti berbagai perlombaan baca puisi dan keluar sebagai juara, meski pengorbanannya selalu mengikuti lomba dan kabur dari pesantren saat sekolah dulu. Tujuan pertamanya yaitu agar aku bisa jajan dengan uang ku sendiri, dan alhasil, kejuaran lomba selalu mendatangkan rezeki. Alhamdulillah meski tak jadi seorang penulis, tapi setidaknya aku masih bisa menjadi seorang penulis bagi diriku sendiri.
Profesi seorang guru taman kanak-kanak memang bukan
bagian cita-citaku, tapi menjadi seorang guru taman kanak-kanak tidaklah buruk,
bahkan mungkin mulia. Aku bisa belajar menghargai karunia allah. Juga bisa
belajar bersyukur atas apa yang allah berikan. Menjadi seorang guru taman
kanak-kanak juga masih bisa menjadi seorang penulis. Aku bisa menceritakan
mereka tangan-tangan kecilku di dalam tulisan yang kubuat, tentang ketika aku
bernyanyi bersama mereka, belajar mengeja iqro, dan belajar memetik hikmah dari
semuanya.
Aku
tetap bisa menjadi penulis meski untuk duniaku sendiri, karena aku akan tetap
menjadi seorang penulis. “menulis adalah cara untuk mensyukuri hidup dan
menulis juga adalah cara lain untuk berbicara pada orang yang disayang”.
Langganan:
Postingan (Atom)