dengan ini

dengan ini
Laelatussa'adah

ini

Menulis adalah membaca setiap
gerak kehidupan

Laman

Kamis, 10 Juli 2014

jodoh atau tidak

Jatuh cinta itu sulit tapi banyak yang menganggapnya bisa dengan mudah pergi begitu saja. Pada mula dan ahirnya segala hal di dunia ini bernuansa kesendirian. Pada mula dan ahirnya segala hal memang bermuara pada pemaknaan yang paling sendiri. Pada halnya segala hal memang berdimensi sendiri. Dan saat ini “DIA” telah membuat aku sendiri.
Dalam hampir keduapuluh babak hidup ku yang kerap berliku dan sunyi, cintalah yang paling rumit untuk dimengerti. Katanya jatuh cinta itu mudah, tapi sulit bagiku, bahkan mengatakan “I love you” itu membutuhkan beberapa waktu, begitu halnya membangun perasaan kepada “DIA”.
Keempat tahun setelah aku  menyadari bahwa denyar  yang tidak biasa itu ada, bahkan di saat kita sudah tidak saling temu 3 tahun lamanya seperti itulah denyar di keempat tahun itu pun baru bisa kurasakan bagaimana suara “DIA” berkata demikian
Cinta “DIA” yang melukis sejarah telah mengembara pada perjalanan waktu paling rentang. Mencium setiap tetesan air mata yang berulang kali datang menghampiri ku. Menjadi semacam bebatuan yang selalu setia menunggu kita di pantai-pantai harapan berikutnya. Namun, kali ini aku hanya ingin bertutur tentang gejolak rasa yang menjelma dalam sejarah. Menjadi bukit-bukit waktu yang berpulang dan membiarkan cinta bekerja dengan begitu indah. Dan kita akan selalu ada pada masing-masing riwayat yang menulis tentang kita, cinta dan sejarah.
Di saat-saat itu banyak ku temukan kekuatan aneh untuk siaga dan bertahan. Saat fisik sedang rapuh, saat beragam kenyataan pahit silih berganti menghampiriku, saat seisi disekelilingku seolah tak mengerti tentang rasa lelah yang entah datang dari mana. Aktivitas sehari-hariku memang tidak banyak, tapi itu sering membuat tubuhku jera dan lemah. “DIA” datang entah dengan mantra seperti apa. Sejuk, nyaman, dan memberiku kekuatan.
Di bulan Juli, dibisingnya keramaian, disunyi senyapnya malam dan kesendirian, disuka maupun duka, aku semakin temukan jika kesendirian itulah adalah hakikat ku, entah mengapa “DIA” terasa semakin menjauh dan pergi, “DIA” seperti kehilangan wibawa untuk menjadi tempat bersandar, dan tersesat arah dalam bersabar.  Aku semakin temukan jika hanya diriku sendirilah yang sebenarnya paling mengerti bagaimana harus kuarungi lautan skenario tak terduga yang telah direncanakan-NYA. Jodoh atau tidah jodoh memberikan sedikit kekuatan jika melihat potret kita berdua yang tidak hanya satu dan dua orang yang mengatakan bahwa wajah kita searah meski terlahir dari ibu yang berbeda.
Aku masih berharap, jejak langkah kita yang pernah selaras, dapat membawa kita pada waktu dan kehidupan yang akan selalu searah. Entahlah kita akan sepasang atau berlainan.
Memang diriku sendirilah yang paling bertanggung  jawab terhadap semua yang telah, sedang, dan akan terjadi atas ku, dan “DIA “ pun begitu . “DIA” yang bertanggung jawab atas semua kehidupannya yang telah di takdirkan dan direncanakan oleh-NYA yang maha kuasa. Hanya saja aku tidak ingin berhenti melangkah untuk mencapai itu, sekarang ataupun nanti.
Tapi kehidupan maknanya adalah kesendirian, dan tanggung jawab masing-masing. Jika itu merupakan suatu keputusan. Maka lewat tulisan ini aku hanya ingin berkata terima kasih yang sebesar-besarnya, atas cinta yang telah “DIA” berikan, atas rasa aman yang sering “DIA “ sampaikan, dan juga atas segala kenangan, yang membuatku seperti tidak ingin lagi jatuh cinta seusai mencintai “DIA”
Aku masih membaca semua itu baik-baik dari sorot mata “DIA” di pertemuan kita minggu lalu. Karena, cinta selalu punya caranya sendiri untuk kembali membuat kita mengerti dan memahami betapa hidup adalah keindahan yang tak pernah usai kita nikmati. Terimakasih karena cinta yang membuat aku jatuh cinta, juga karena harapan untuk hidup dengan semua yang berhubungan denganmu kini telah selesai.

Laelatussa'adah
10 juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar