dengan ini

dengan ini
Laelatussa'adah

ini

Menulis adalah membaca setiap
gerak kehidupan

Laman

Kamis, 31 Juli 2014

wanita itu lebaran di tempat yang menakjubkan "Syurga"

“Lebaran tahun lalu, wanita ini merangkul pundakku”
          “Lebaran tahun lalu, wanita ini masih melangkah satu arah
          dengan langkahku, tepat di sampingku”
pada dasarnya semua ibu merupakan batas logika bagi setiap anakanya, maka anak mana yang tidak merasakan sedih ketika ibu tercinta meninggalkannya. Ibu adalah nada cinta yang abadi, karena darinya kita belajar hidup dan bernafas dengan pembelajaran ulung yang tidak akan pernah bisa ditiru oleh guru sehebat apapun. Semua orang tau semenjak dalam kandungan Allah telah menunjukan betapa seorang ibu sangat luar biasa, dengan rasa sabar di setiap hari ibu mengelus janin yang ada di rahim garbanya hingga sembilan bulan dia terus menjadi tarikan nafas bagi makhluk baru yang akan lahir sebagai anaknya.
Tulisan ini sebenarnya sudah ada sejak hari lebaran lalu, tapi entahlah aku tidak mempunyai banyak keberanian untuk memposting tulisan ini. Tidak ada maksud lain dari tulisan ini, hanya ingin siapa saja yang membaca tulisan ini ikut mendoakan sosok ibu yang aku ceritakan di sini.
Ibu dalam tulisan ini adalah wanita paling kuat yang aku kenal setelah ibuku. Bagaimana tidak? Senyum manis menghiasi separuh hidupnya yang penuh rasa syukur dan tidak menyimpan rasa sesal kepada tuhan. jika siapa saja pembaca tulisan ini menjadi bagian dari keluarganya, tentu tidak akan menyesal. Karena padanya-lah Allah banyak  menanamkan pelajaran bagi orang-orang di sekelilingnya. Tentang syukur yang tidak boleh sedikitpun lebur di setiap langkah yang kita jejaki. Meski jalan yang kita tempuh sakit dan membuat kita terasa cepat ingin menyerah pada jalan buntu yang di sebut kematian.
Kanker dinding rahim merupakan jenis umum kanker yang menyerang pada bagian organ tubuh paling berharga bagi seorang wanita, dimana kanker ganas sel  pada lapisan rahim ditemukan. Rahim adalah rongga berbentuk buah pir dimana seorang anak dapat berkembang.
Jarum suntik, obat-obatan, operasi, bahkan kemo terapi telah menjadi hal rutin yang harus di jalani dan melekat pada separuh hidupnya. Begitulah sekiranya penjelasan yang aku ketahui tentang kanker dinding rahim. Kenyataan terasa seribu langkah lebih pahit dari arti kanker dinding rahim.
Kanker yang tertanam 21 tahun yang lalu, tepatnya satu tahun sebelum kelahiranku. Telah menjadikan kesabarannya meluas bening terhampar masuk dan berdenyar pada hidupnya yang membuat aku belajar banyak tentang rasa syukur.
“Lebaran tahun lalu, wanita ini masih merangkul pundakku”
“Lebaran tahun lalu, wanita ini masih melangkah satu arah
          dengan langkahku, tepat di sampingku
ini adalah tentang wanita yang lebaran tahun lalu berjalan tanpa melepaskan tangannya diatas pundakku. Wanita ini memiliki rasa sabar yang terlihat seperti tidak ada batasnya dan tidak sedikitpun hancur dengan  keadaan dan berjalan dengan senyum seolah tidak sedikitpun memiliki beban rasa sakit. Juga tentang wanita yang tidak pernah meninggalkan shalatnya meski dalam keadaan yang  jika di bayangkan saja, seolah mengiris-ngiris rasa sakit pada tubuhku.
Dua hari menjelang sebelum gema takbir berkumandang menyentuh langit hingga robek dan kemudian mengeluarkan keindahan di dalamnya berupa cahaya bintang yang tidak ada seorang manusiapun yang mampu menghitungnya, maka pada dua hari terakhir menikmati sisa bulan ramadhan wanita ini menghembuskan nikmat hidupnya yang terahir kali, Mengakhiri rasa lelahnya dengan semua ujian yang allah berikan.
Dia mampu, maka allah memilih dia untuk merasakan ujian ini. Karena allah tidak akan memberikan ujian melebihi batas mampu dan kesanggupan hambanya. Ku ucapkan sekali lagi, dia mampu maka allah memilih wanita ini, bukan orang lain.
Dari kepergian wanita ini, terdapat begitu banyak hikmah. Bahwa kematian adalah sesuatu yang bisa datang kapanpun, ketika kita sakit, maupun sehat dan betapa Allah menyayangi hambanya dengan cara yang berbeda-beda, “Dia di sayangi Allah dengan ujian yang belum tentu wanita lain dapat tegar menghadapinya”. Aku masih ingat dan sedih, tapi kesedihan karena kehilangan orang di sekeliling kita sangatlah manusiawi, yang tidak boleh yaitu terus terpuruk dalam kesedihan yang panjang dan berlarut-larut. Pada hari lebaran di tahun ini aku masih merasakan tangannya melekat pada pundakku dalam langkahnya ketika bersilaturahmi pada sanak saudara. Tapi itu hanya perasaan saja, kenyataannya kini wanita itu telah mendahuluiku untuk lebaran di tempat yang lebih menakjubkan dan menghempaskan semua rasa sakitnya pada rindu yang halus di syurga sana. Syurga yang memiliki rahasia cinta sebagai jawaban bahwa dia mampu bersabar dan menerima ujian, dari Tuhan-Nya yang maha pengasih dari segala kasih dan maha penyayang tambatan sayang.

Allahummagfirlahaa warhamhaa wa’aafihaawa’fua’nhaa...............

Kamis, 10 Juli 2014

jodoh atau tidak

Jatuh cinta itu sulit tapi banyak yang menganggapnya bisa dengan mudah pergi begitu saja. Pada mula dan ahirnya segala hal di dunia ini bernuansa kesendirian. Pada mula dan ahirnya segala hal memang bermuara pada pemaknaan yang paling sendiri. Pada halnya segala hal memang berdimensi sendiri. Dan saat ini “DIA” telah membuat aku sendiri.
Dalam hampir keduapuluh babak hidup ku yang kerap berliku dan sunyi, cintalah yang paling rumit untuk dimengerti. Katanya jatuh cinta itu mudah, tapi sulit bagiku, bahkan mengatakan “I love you” itu membutuhkan beberapa waktu, begitu halnya membangun perasaan kepada “DIA”.
Keempat tahun setelah aku  menyadari bahwa denyar  yang tidak biasa itu ada, bahkan di saat kita sudah tidak saling temu 3 tahun lamanya seperti itulah denyar di keempat tahun itu pun baru bisa kurasakan bagaimana suara “DIA” berkata demikian
Cinta “DIA” yang melukis sejarah telah mengembara pada perjalanan waktu paling rentang. Mencium setiap tetesan air mata yang berulang kali datang menghampiri ku. Menjadi semacam bebatuan yang selalu setia menunggu kita di pantai-pantai harapan berikutnya. Namun, kali ini aku hanya ingin bertutur tentang gejolak rasa yang menjelma dalam sejarah. Menjadi bukit-bukit waktu yang berpulang dan membiarkan cinta bekerja dengan begitu indah. Dan kita akan selalu ada pada masing-masing riwayat yang menulis tentang kita, cinta dan sejarah.
Di saat-saat itu banyak ku temukan kekuatan aneh untuk siaga dan bertahan. Saat fisik sedang rapuh, saat beragam kenyataan pahit silih berganti menghampiriku, saat seisi disekelilingku seolah tak mengerti tentang rasa lelah yang entah datang dari mana. Aktivitas sehari-hariku memang tidak banyak, tapi itu sering membuat tubuhku jera dan lemah. “DIA” datang entah dengan mantra seperti apa. Sejuk, nyaman, dan memberiku kekuatan.
Di bulan Juli, dibisingnya keramaian, disunyi senyapnya malam dan kesendirian, disuka maupun duka, aku semakin temukan jika kesendirian itulah adalah hakikat ku, entah mengapa “DIA” terasa semakin menjauh dan pergi, “DIA” seperti kehilangan wibawa untuk menjadi tempat bersandar, dan tersesat arah dalam bersabar.  Aku semakin temukan jika hanya diriku sendirilah yang sebenarnya paling mengerti bagaimana harus kuarungi lautan skenario tak terduga yang telah direncanakan-NYA. Jodoh atau tidah jodoh memberikan sedikit kekuatan jika melihat potret kita berdua yang tidak hanya satu dan dua orang yang mengatakan bahwa wajah kita searah meski terlahir dari ibu yang berbeda.
Aku masih berharap, jejak langkah kita yang pernah selaras, dapat membawa kita pada waktu dan kehidupan yang akan selalu searah. Entahlah kita akan sepasang atau berlainan.
Memang diriku sendirilah yang paling bertanggung  jawab terhadap semua yang telah, sedang, dan akan terjadi atas ku, dan “DIA “ pun begitu . “DIA” yang bertanggung jawab atas semua kehidupannya yang telah di takdirkan dan direncanakan oleh-NYA yang maha kuasa. Hanya saja aku tidak ingin berhenti melangkah untuk mencapai itu, sekarang ataupun nanti.
Tapi kehidupan maknanya adalah kesendirian, dan tanggung jawab masing-masing. Jika itu merupakan suatu keputusan. Maka lewat tulisan ini aku hanya ingin berkata terima kasih yang sebesar-besarnya, atas cinta yang telah “DIA” berikan, atas rasa aman yang sering “DIA “ sampaikan, dan juga atas segala kenangan, yang membuatku seperti tidak ingin lagi jatuh cinta seusai mencintai “DIA”
Aku masih membaca semua itu baik-baik dari sorot mata “DIA” di pertemuan kita minggu lalu. Karena, cinta selalu punya caranya sendiri untuk kembali membuat kita mengerti dan memahami betapa hidup adalah keindahan yang tak pernah usai kita nikmati. Terimakasih karena cinta yang membuat aku jatuh cinta, juga karena harapan untuk hidup dengan semua yang berhubungan denganmu kini telah selesai.

Laelatussa'adah
10 juli 2014

Minggu, 18 Mei 2014

Jika Dia Se Arah

"aku selalu ingin menyatukan bandung dan sukabumi
berharap kedua kota ini bisa di tempuh dengan berjalan kaki"


kita adalah searah dengan "DIA" yang senantiasa bisa merubah marah menjadi cinta yang lebih besar
kita adalah selaras dengan "DIA" yang tidak pernah bosan bertanya "maukah kau tetap bersamaku?" ketika kita cemburu dengan sebab ataupun tanpa sebab
kita adalah cermin dengan "DIA" yang bertekad menjadi penopang saat kita kalah dengan jarak
kita adalah satu wajah yang terlahir dari Ibu yang berbeda.

jika "DIA" mencintai, maka "DIA" berjalan searah
jika "DIA" berjalan searah maka "DIA" selaras mendamaikan hati
jika "DIA" Mendamaikan hati, maka "DIA" adalah cerminan diri kita yang akan selalu memiliki senyum yang sama, tawa yang searah, dan wajah yang serupa meski berbeda Ibu. 

semua bisa terlihat karena hati kita "SEARAH"

Sukabumi, 18 mei 2014
19;43

Jumat, 14 Maret 2014

puisi

DALAM DOAKU
Sapardi Djoko Damono

Dalam doaku subuh ini, kau menjelma langit
yang semalam tak memejamkan mata,
yang meluas bening siap menerima cahaya pertama
yang melengkung bening karena akan menerima suara-suara


ketika matahari mengambang tenang di atas kepala
dalam doaku, kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa
yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan musykil
kepada angin yang mendesau entah dari mana

dalam doaku sore ini, kau menjelma seekor burung gereja 
yang mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu
yang tiba-tiba gelisah dan terbang, lalu hinggap di dalam mangga itu

magrib ini adalah doaku,
kau menjelma angin yang turun sangat pelan dari nun di sana
yang bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup celah-celah
jendela dan pintu dan menyentuh-nyentukan pipi, dan bibirnya di rambut,
dahi, dan bulu-bulu mataku

dalam doaku malam ini, kau menjelma denyut jantungku
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya
yang dengan setia mengusut rahasia demi rahasia
yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

Aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatan mu.

Autobiografi

Menggenggam tangan-tangan Mungil
pada pertengahan tahun lalu, tepatnya diawal bulan ramadhan. Diusiaku yang saat itu belum genap delapan belas tahun. Awal aku menjadi seorang guru untuk murid-murid yang memiliki tangan-tangan kecil.
Suasana masuk kelas terasa sangat asing, terlebih untuk aku yang  tidak terlalu menyukai tersenyum dengan ramah pada orang-orang.  Di sini pada tangan-tangan kecil mereka. Aku belajar untuk mudah tersenyum, kemudian belajar berbicara dengan riang, dan  gembira.
Di depan kelas aku adalah segalanya bagi mereka, ibu bagi anak yang memiliki tangan mungil. Dan mereka secara tidak langsung telah berhasil menjadi guru bagiku. Diam-diam mereka mengajak aku untuk kembali menikmati masa kecilku yang indah, rengekan mereka ketika pagi-pagi  berangkat kesekolah di temani ibunya, mengingatkan aku bahwa aku mempunyai seorang ibu yang luar biasa. Dan mereka yang diantar oleh ayahnya, selalu menyadarkan aku untuk bersyukur karena memiliki seorang ayah yang paling hebat bagiku.                                                               
My name is “Laelatussaadah".
Menjadi seorang guru taman kanak-kanak seringkali mengingatkat pada masa kecilku sendiri, bahwa aku juga pernah menjadi seperti murid-muridku. Aku pernah belia, pernah balita dan pernah bahagia menjadi anak kecil seperti mereka.
Waktu selalu sulit untuk di ungkapkan dengan bahasa juga dengan tulisan, tapi kali ini setelah melihat murid-muridku itu,  aku akan sedikit berbahasa lewat cerita tentang waktu asar yang mengawali denyut kehidupan baru bagiku.
Aku lahir dari rahim garba seorang ibu, cintanya yang tulus telah membuat aku ada saat ini, sebagai manusia yang sehat dan diberi nikmat hidup yang sempurna bagiku. Gema suara adzan asar pada oktober  sembilan belas tahun yang lalu, merupakan bukti  kuat bahwa ibu adalah manusia paling berjasa dalam hidupku. Diawal waktu asar 6 oktober1994, wanita sederhana yang kuat itu melahirkan aku sebagai anak manusia yang utuh.
Siti Laelatussa’adah, begitu bijaknya kedua orang tuaku memberi nama seperti itu, karena aku dilahirkan di waktu asar, dan sesudah asar itu berganti akan datanglah magrib yang kemudian jika dilihat dari susunan waktu, saat magrib itu usai maka di sebutlah malam.
Nama yang sangat sempurna dan sangat berarti bagi kehidupanku kelak, siti laelatussa’adah artinya adalah perempuan malam yang bahagia. Aku tahu kedua orang tuaku tidak sembarang memberikan sebuah nama. Harapannya yaitu, aku bisa mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupanku, dari semenjak aku dilahirkan, dari semenjak asar itu berlalu menjadi magrib dan berganti malam, kemudian setelah malam, bergantilah menjadi fajar.
Waktu fajar itu muncul  sebelum terbit matahari, yang merupakan periode waktu yang mendahului matahari terbit . Indikasinya yaitu adanya cahaya matahari yang lemah sementara matahari sendiri masih berada di bawah horizon. Fajar jelaslah berbeda dengan matahari terbit, yaitu waktu di mana sisi matahari mulai terlihat di atas horizon atau kaki langit. Sejak saat itu aku yang masih bayi dan hanya berumur satu hari sudah dapat merasakan kebahagian dari doa kedua orangtuaku yang mereka panjatkan lewat namaku sendiri.
Semua itu bisa aku rasakan lewat nikmatnya bernafas, menghirup udara segar, dan nikmat mengeluarkan suara lewat tangisanku yang masih seorang bayi. Semenjak malam pertama aku dilahirkan sebagai anak manusia yang sangat bahagia.
Bagaimana bisa aku mengatakan bahwa aku tidak bahagia, sedangkan dalam kehidupan ini aku memiliki kedua orang tua yang utuh. Mereka adalah orangtua paling hebat bagiku, paling derma, dan paling bijaksana.
Aku berada di tengah-tengah keluarga yang utuh, memiliki kedua orang tua, memiliki kakek dan nene, memilik seorang kaka dan dua orang adik juga tentunya sanak saudara yang banyak dan semuanya baik. 
Mendoakan lewat nama
Sebagai seorang guru, tentunya aku bahagia melihat muridku yang bahagia. Dan miris rasanya melihat muridku yang terlihat sedih. Di sekolah tempatku mengajar, untuk menjalin hubungan erat orangtua siswa dan berkonsultasi tentang perkembangan siswa di rumah dengan di sekolah, maka setiap hari sabtu minggu terahir selalu diadakan rapat orangtua siswa. Dan itu rutin dilakukan setiap tiga bulan sekali. Senang rasanya melihat murid-muridku girang jika ada pengumuman rapat. Karena jika ada rapat orang tua, itu berarti mereka tidak belajar dan bebas bermain di halaman sekolah, juga bebas membeli jajanan yang mereka inginkan karena mereka pergi kesekola dengank orang tuanya, biasanya jika tidak rapat orangtua, semua siswa tidak boleh membawa uang ke sekolah itu artinya mereka hanya bisa memakan jajanan yang mereka bekal dari rumah.
Senang rasanya melihat mereka bisa tertawa lepas. Tapi, diantara kebahagiaan itu, juga ada sedih ketika melihat mereka yang datang kesekolah hanya sendiri, tanpa orang tua. Meski hari itu adalah hari orang tuanya datang kesekolah. Alasannya, karena pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan dan faktor ekonomi yang menyebabkan keduanya disibukan pekerjaan, hingga lupa waktu bahwa ada anak yang bertangan mungil yang hari itu sangat membutuhkan mereka. Bahkan hanya untuk sekedar menunjukan pada teman-temannya ”ini loh ayah dan ibu ku”
Terimakasih allah, kau mengingatkan aku untuk bersyukur kepadamu. Bahwa aku memiliki seorang ayah yang hebat, dan seorang ibu yang paling tangguh. Ayahku juga seorang guru, yang dengan pekerjaannya dia bisa menghidupi keluargaku. Ayahku adalah Ayahku adalah suami  yang baik bagi ibuku, juga ayah yang dermawan bagi anak-anaknya. Dengan keringat dan lelahnya dia bisa menafkahi aku. Dia  berhasil menjadikan ibuku sebagai wanita tertangguh dan sebagai istri yang utuh.
Ibuku juga berhasil menjadi ibu yang setia bagi anak-anaknya. Menjadi pendidik yang handal ketika aku sedang dirumah. Juga menjadi penyemangat yg ulung bagi kehidupanku. Hangat dekapnya masih terasa hingga aku dewasa. Nasehat lembut nan tulus selalu teringat dari semenjak aku selalu dekat dengan debar jantungnya ketika masih bayi di dalam pangkuannya. Hinngga kini aku sudah dewasa dan menjadi seorang guru bagi murid-murid yang memiliki tangan-tangan kecil.
Keluarga yang harmonis dan kebahagian yang utuh. Adalah jawaban dari doa yang di panjatkan lewat nama ku. “LAELATUSSA’ADAH” begitulah orang bisa mengenalku.
Menembus mimpi, merekam cita-cita
            Aku resmi menjadi mahasiswa STIAI Syamsul ‘ulum, lembaga inilah yang dari masih belia sudah menjadi tempat istiqomah untuk menimba ilmu. Suasan yang masih seperti itu dari enam tahun yang lalu, ketika usiaku masih berstatus sebagai siswi madrasah Tsanawiah, tentu membuat aku bosan. Keinginan bahkan rencana untuk kuliah di tempat yang lain sesuai jurusan yang aku kehendaki, tentu sangat ingin aku dapatkan.
            Aku senang membaca bait-bait puisi, senang memindai penggalan-penggalan cerita, juga senang menulis, karena dengan menulis aku biasa membuka duniaku sendiri. Aku senang menjadi sutradara buat hidupku sendiri.
            Dalam berbagai tulisan yang kutulis, aku sering berpura-pura menjadi tokoh utama dalam tulisan itu. Alur ceritanya sengaja kubuat sesuka hati. Aku senang berpura-pura bahwa setelah besar nanti aku akan menjadi seorang penulis, aku akan pergi ke kota besar dimana banyak penulis menekuni mata pencahariannya. Aku gembira berpura-pura berada di taman ismail marzuki yang ada di jakarta, membayangkan aku ada disana dengan penulis-penulis hebat .. seperti halnya pipit senja.
            Atau aku senang berura-pura ada di kedua kota yang menjadi tempat tinggal banyak penulis. Di bandung atau solo atau  yogyakarta, kemudian disana aku seolah-olah menjadi tokoh hebat seperti halnya sapardi djoko damono.
            Mimpi tetaplah mimpi, harapan tetaplah cita-cita yang terpenggal, biarkan semua itu menjadi memori indah, yang merupakan cita-cita ketika masa sekolahku dulu. Allah selalu membarikan jalan yang terbaik, semua usaha telah aku lakukan.  Mengirimkan hasil tulisan ku kemedia cetak ataupun lewat online, telah sering dilakukan, meski selalu gagal dan belum membuahkan hasil. Tapi diam-diam rasa bangga terhadap diri sendiri itu selalu muncul. Bangga rasanya menjadi seorang juara. Ketika sekolah dulu, aku sering mengikuti berbagai perlombaan baca puisi dan keluar sebagai juara, meski pengorbanannya selalu mengikuti lomba dan kabur dari pesantren saat sekolah dulu. Tujuan pertamanya yaitu agar aku bisa jajan dengan uang ku sendiri, dan alhasil, kejuaran lomba selalu mendatangkan rezeki. Alhamdulillah meski tak jadi seorang penulis, tapi setidaknya aku masih bisa menjadi  seorang penulis bagi diriku sendiri.
            Profesi  seorang guru taman kanak-kanak memang bukan bagian cita-citaku, tapi menjadi seorang guru taman kanak-kanak tidaklah buruk, bahkan mungkin mulia. Aku bisa belajar menghargai karunia allah. Juga bisa belajar bersyukur atas apa yang allah berikan. Menjadi seorang guru taman kanak-kanak juga masih bisa menjadi seorang penulis. Aku bisa menceritakan mereka tangan-tangan kecilku di dalam tulisan yang kubuat, tentang ketika aku bernyanyi bersama mereka, belajar mengeja iqro, dan belajar memetik hikmah dari semuanya.
            Aku tetap bisa menjadi penulis meski untuk duniaku sendiri, karena aku akan tetap menjadi seorang penulis. “menulis adalah cara untuk mensyukuri hidup dan menulis juga adalah cara lain untuk berbicara pada orang yang disayang”.